Camping di Tanakita

Setahun yang lalu, Keke bilang mau ajak teman-teman dekat di SMPnya camping di Tanakita. Mumpung tahun ajaran baru belum dimulai. Apalagi tidak ada satupun dari mereka yang melanjutkan ke sekolah yang sama.  



Camping di Tanakita


Kami pun langsung menyetujui. Apalagi ini bukan pengalaman pertama. Waktu Keke lulus SD, dia juga ajak beberapa temannya perpisahan di Tanakita. Cuma bedanya kalau kali ini ada beberapa anak perempuan yang diajak. Waktu SD anak laki-laki semua.  

[Silakan baca: Acara Perpisahan Sekolah di The Highland Park Resort & Hotel, Bogor]


Drama Dimulai Sejak Keberangkatan


stasiun cawang atas

Ada 8 anak yang diajak sama Keke. 4 anak laki-laki dan 4 anak perempuan. Waktu SD dia mengajak 12 anak.

Saya pikir karena udah punya pengalaman sebelumnya, akan lebih gampang. Apalagi ini 'kan anak-anak SMP. Udah masuk usia remaja. Ya gak perlu dijaga-jaga banget. Paling saya sempat ketar-ketir ketika tau ada anak perempuan. 

Ternyata saya salah! Justru anak laki-laki yang banyak dramanya sejak awal keberangkatan.

Sejak beberapa hari sebelumnya saya udah minta Keke kasih tau ke teman-temannya barang apa aja yang harus dibawa dan pukul 5 subuh sudah harus berkumpul di stasiun Cawang Atas. Gak boleh telat!

2 anak laki-laki menginap di rumah kami sejak sehari sebelum berangkat. Menjelang pukul 5 subuh, semua teman Keke sudah berkumpul kecuali 2 orang anak laki-laki yang tidak ikutan menginap. Di telponin berkali-kali dan kirim pesan ke LINE juga gak dijawab.

Kami mengundurkan jadwal naik kereta sekitar 30 menit. 2 anak itu baru menjawab. 1 anak ternyata salah mengingat tanggal. Dia pikir berangkatnya besok, mana belum packing. Ya udah ditinggal.

1 anak lagi abis sholat Subuh malah lanjut tidur lagi. Ibunya sampai nelpon ke saya, memohon supaya ditungguin karena anaknya udah packing dan nungguin banget jalan-jalan ke Tanakita. Hadeuuuhh! 

Ya gak mungkin juga kami nungguin di stasiun Cawang Atas sampai itu anak datang. Bisa ketinggalan kereta ke Cisaat. Saya bilang menyusul aja ke stasiun Bogor sekarang juga. Tetapi, kalau sampai terlambat, dengan terpaksa kami tinggal.

Kami pun berangkat. Begitu sampai stasiun Bogor, Nai dan ayahnya langsung menyebrang ke stasiun Paledang untuk mencetak tiket. Sedangkan saya, Keke, dan teman-temannya menunggu di stasiun Bogor.

Waktu rasanya berjalan lamaaaaa banget. Anak yang ketinggalan gak juga datang. Sekalinya datang, ada 1 lagi anak laki-laki tiba-tiba menghilang. Ditelponin gak bisa. Setelah dicari, rupanya dia lagi di toilet karena sakit perut.

Saya pun menyuruh semua langsung berlari menuju stasiun Paledang. Apalagi suami udah berkali-kali nelpon. Kasih tau kalau kereta sebentar lagi mau berangkat.

Buat Sahabat KeNai yang pernah ke stasiun Bogor, pasti paham deh kalau nyebrang di sini tuh gak mudah. Harus naik jembatan penyebrangan yang lumayan tinggi. Mana kalau pagi hari kan crowded banget tuh di sana.

Saya, Keke, dan semua anak perempuan udah berlari kayak ngejar maling hahaha. Eh, 3 anak laki-laki lainnya jalan santai banget, dong. Saya langsung minta Keke untuk ajak teman-teman yang perempuan ke stasiun Paledang. Sedangkan saya menunggu anak laki-laki dari seberang sambil teriak-teriak minta mereka lari. Bikin saya jadi tontonan aja.

Tapi, karena suasana sedang ramai, mereka gak melihat saya berteriak-teriak. Setelah menyebrang, baru deh mereka langsung lari. Minta ampun deh ini bocah-bocah! Hehehe.

Seumur-umur, baru kali itu saya berlari sekencang-kencangnya dari stasiun Bogor ke Paledang sambil gendong ransel yang berat pula. Kalau bukan karena takut ketinggalan kereta kayaknya gak bakal mau lagi deh saya lari kayak gitu.

Drama belum selesai, kami nyaris tidak bisa masuk karena Keke dan teman-temannya dianggap sudah dewasa. Mereka tidak bisa menunjukkan KTP untuk dicocokkan ke tiket. Ya jelas aja gak punya, mereka masih pada bocah cuma badannya aja yang bongsor. Untungnya ada yang bawa kartu pelajar. Jadi tau deh kalau mereka memang masih anak-anak.

Begitu semua naik, kereta pun langsung jalan. Huff! Nyaris aja kami ketinggalan kereta. Tadinya saya berharap bisa beristirahat sepanjang perjalanan menuju Cisaat. Lumayan 'kan sekitar 2 jam. Apalagi baru berasa lelahnya setelah di kereta.

Tapi, saya gak bisa istirahat sama sekali. Suasana di dalam kereta sangat ramai. Banyak rombongan keluarga dan anak-anak kecil. Mayoritas turun di Cisaat.

Sejak ada Jembatan Gantung Situgunung, memang banyak wisatawan yang naik kereta. Padahal dulu yang turun di Cisaat cuma sedikit.

[Silakan baca: Kalau Roker The Flash ke Tanakita]

Aktivitas Glamping di Tanakita


rundown acara tanakita
makan siang di tanakita
Makan siang dulu

Ngapain aja selama di Tanakita? Tadinya, kami ingin langsung ke jembatan gantung. Tetapi, melihat banyaknya wisatawan yang ke sana, rencana pun berubah. Setelah beristirahat sejenak, menaruh barang di tenda, dan makan siang, kami jalan-jalan ke danau Situ Gunung.
 

Danau Situgunung

jalan-jalan ke danau situgunung

Udah lama kami gak camping di Tanakita, ternyata banyak perubahan yang terjadi. Tidak hanya ada jembatan gantung aja. Tetapi, beberapa tempat wisata lainnya juga lebih tertata.

Jalan menuju danau Situgunung juga sudah dicor. Tidak lagi jalanan alami yang masih tanah dan bebatuan. Bagi beberapa wisatawan mungkin ini terasa menyenangkan. Tetapi, bagi kami malah jadi kurang nyaman.

Jalan menuju danau masih diportal. Kendaraan yang boleh masuk hanyalah ojek atau pihak yang berwenang. Tetapi, sejak jalanan dicor, banyak wisatawan yang dari atau menuju danau dengan menggunakan ojek. Mana ngebut-ngebut pula ojeknya mentang-mentang jalanan udah mulus!

Buat kami yang senang berjalan kaki menjadi gak nyaman . Gak bebas lagi berjalan karena harus selalu berada di pinggir. Jalanan mulus begitu justru malah bikin cepat capek. Kalau masih jalan tanah, lebih nyaman buat ditapak.

Beda banget waktu aksesnya masih alami. Paling sesekali aja ojek lewat. Wisatan juga kayaknya mikir panjang dulu kalau mau naik ojek dengan kondisi jalan seperti itu. Lagipula sengebut-ngebutnya gak kebangetan.

piknik di danau situ gunung

Gak hanya jalanannya, di kawasan wisatanya juga terlihat ada perubahan. Jadi lebih tertata dan rapi. Saya melihat banyak yang menawarkan jasa menawarkan tikar. Berarti di waktu tertentu kawasan danau ini ramai. Padahal dulu gak ada jasa ini.

fasilitas di danau situ gunung

Toilet dan musholanya juga udah rapi. Dulu, lihat penampilan toiletnya luar toiletnya aja udah malesin. Kelihatan jorok gitu. Etapi, yang baru ini saya juga gak masuk ke dalamnya, ya. Mudah-mudahan aja juga lebih bersih.

[Silakan baca: Romantisan di Situ Gunung]

aktivitas di danau situgunung
main perahu di danau situ gunung

Setelah sampai danau, anak-anak perempuan sempat galau antara pengen naik perahu dan enggak. Tapi, akhirnya semua memilih ngobrol di pinggir danau. Sekitar 30 menit lah kami di sana, kemudian balik ke Tanakita.

flying fox di tanakita
 

Pulang dari danau, kami main Flying Fox dulu. Teman-teman Keke sih yang main. Kami cuma nungguin aja. Kami udah keseringan mai flying fox di sini hehehe.

Suasana Sore di Tanakita

aktivitas di tanakita 
jalan-jalan ke suspension bridge situgunung

Suami ingin menemui temannya di Suspension Bridge Situgung. Saya pun ikut. Penasaran dengan jembatan gantung yang katanya terpanjang di Indonesia ini.

Nai, Keke, dan teman-temannya memilih tetap di Tanakita. Kalau Nai beristirahat di tenda. Sedangkan Keke dan teman-temannya asik becanda sambil sesekali main musik. 

Keke dan teman-temannya yang laki-laki tidak hanya teman satu sekolah. Tetapi, mereka suka main musik bareng. Dulu hampir setiap hari mainnya ke studio musik buat latihan. Makanya saat camping pun tetep aja bermusik.

Suspension Bridge Situgunung

jembatan gantung situ gunung
Suspension Bridge Situgunung

Sedang nyenyak tidur, saya terbangun karena mendengar ada seseorang yang ngoceh di luar. Saya lihat ke jam yang ada di hp. Masih pukul 3 dinihari. Ini bocah-bocah pada gak tidur apa, ya?

Rupanya ada 1 anak laki-laki yang belum tidur. Dia pun membuat keramaian dengan membangunkan teman-temannya. Setelah semua pada bangun, giliran dia masuk ke tenda dan tidur. Ngeselin memang hahaha!

Ternyata dia gak bisa tidur karena teman-temannya pada gak mau diem tidurnya. Mana dia badannya paling kecil. Makanya dia akhirnya ngegangguin semuanya supaya pada bangun hihihi. 

[Silakan baca: Uji Nyali di Jembatan Gantung Situgunung]

jembatan gantung terpanjang di indonesia

Pukul 6 pagi kami jalan kaki ke jembatan gantung. Memang sengaja pagi-pagi supaya masih sepi. Tapi, ada 1 anak yang cuma pakai sandal jepit.

Pada saat berangkat ke Tanakita, saya sudah melihat anak ini menggunakan sandal jepit. Tapi, masih dibiarkan karena saya pikir sepatunya mungkin disimpan di tas. Ternyata dia gak bawa sama sekali. Beneran cuma pakai sandal jepit. Padahal Keke sudah kasih tau teman-temannya apa aja yang harus dibawa.

Suami saya cukup tegas untuk hal ini. Kalau hiking dilarang pakai sandal jepit karena kurang aman. Makanya teman Keke ini sempat diminta untuk tidak ikut. Untungnya ada salah seorang anak yang bawa sandal gunung. Jadi teman Keke masih dibolehkan ikut dengan meminjam sendal temannya.Untung aja ukuran kakinya sama.

Oot sedikit, ya. Pakai sandal gunung juga suami sebetulnya kurang sreg ketika melakukan hiking karena keamanannya tetap dianggap kurang. Pernah ada kejadian, saya menginjak beling dari pecahan botol. Untung aja saat itu pakai sepatu. Kalau pakai sandal gunung, kemungkinan bagian pinggir kaki saya masih bisa terluka. Apalagi kalau hanya pakai sandal jepit. Itulah kenapa suami saya cukup tegas dengan peraturan ini. 

[Silakan baca: Sepatu Kets Itu Wajib]

Curug Sawer

jalaur lama menuju curug sawer
Jalur lama seperti ini tracknya
ke curug sawer via jembatan gantung
Track ke curug sawer bila melalui jembatan gantung
jalan-jalan ke curug sawer
Tetap ada jalur alami

Dari jembatan, kami menuju ke curug sawer. Jalan menuju curug melalui jembatan gantung semacam short cut. Tetapi, tentunya ada harga yang harus dibayar. Kalau mau gratis ya lewat jalur lama.

Jalan pintas bukan berarti lebih mudah. Tetap aja capek, apalagi buat yang gak terbiasa olahraga. Jalurnya juga masih alami. Jadi memang sebaiknya berpakaian senyaman mungkin seperti mau hiking.

fasilitas di curug sawer
Kantin di curug sawer
mushola di curug sawer
Mushola

Di Curug Sawer juga ada kantin dan mushola. Tetapi, belum serapi di danau. Kalau toiletnya saya gak tau. Kayaknya saya gak melihat ada toilet.



Kami gak berlama-lama di sini. Udara masih terasa dingin, apalagi airnya Jadi cuma lihat air terjun sebentar setelah itu balik lagi ke jembatan.

Tanakita Riverside

tanakita riverside

Nai pengen banget main air. Makanya kami memutuskan untuk lanjut ke Tanakita Riverside. Tetapi, sarapan dulu di De' Balcone Resto.

de' balcone resto situgunung 
sarapan di jembatan gantung situgunung

Padahal di Tanakita juga disediakan sarapan. Tetapi, kalau kami balik dulu pasti abis itu pada mager. Makanya mending sarapan di luar abis itu lanjut ke riverside.

Riverside memang masih milik Tanakita. Hanya saja lokasinya terpisah. Suami tadinya mengajak jalan kaki menyusuri sungai. Saya sih setuju aja. Tapi, yakin teman-teman Keke gak akan ada yang sanggup. Waktu pergi-pulang ke curug aja pada kecapean gitu. Apalagi kalau harus lanjut jalan kaki ke riverside. Makanya, kami pun memutuskan untuk carter angkot.

camping di tanakita riverside

Sampai Tanakita Riverside mereka langsung pada nyebur. Puas-puasin deh main air di sini. Dan gak akan ada wisatawan luar selain tamu Tanakita yang boleh main. Apalagi saat itu lagi gak ada tamu. Jadi berasa kayak di sungai pribadi hahaha.

Biasanya di depan pintu masih Tanakita Riverside banyak angkot yang mangkal. Karena dulu, wisatawan yang mau main ke curug banyak juga yang memilih naik ojek daripada jalan kaki lewat jalur lama. Nah pintu masuk jalur ojek ada di dekat Tanakita Riverside.

Tetapi, sejak ada jembatan gantung Situ Gunung, jalur ojek ini menjadi sepi. Malah kayaknya udah gak ada yang naik. Makanya angkot pun gak ada yang mangkal lagi. Kebanyakan pindah ke area pintu masuk Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango karena lebih banyak yang naik. Makanya kami harus sedikit berjalan kaki. Sampai menemukan angkot yang lewat dan mengantarkan kami balik ke tenda.

glamping di tanakita
Acara bebas dan siap-siap untuk pulang

Setelah sampai tenda, acara bebas. Terserah mau mandi atau istirahat dulu. Pastinya harus packing juga karena siap-siap pulang kembali ke Jakarta.

Untungnya perjalanan pulang gak terlalu banyak drama. Mana seingat saya, kami pulang hari Senin. Barengan banget dengan jam pulang kantor. Commuter Line sangat ramai. Kalau sampai drama lagi kayaknya saya bakal menyanyi ala-ala sinetron di salah satu tv swasta "ku menangiiiiisss ...." 😂

Jadi kangen banget camping di Tanakita. Udah setahun lebih belum ke sana lagi. Pengennya naik kereta. Pergi jangan, nih?


Tanakita


Jl. Kadudampit KM 09
Taman Nasional Gede Pangrango
Sukabumi, Jawa Barat 43153

Phone: 08119417845 / 0878 20631452

tanakita.id

IG: @tanakitaofficial

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Main ke Jakarta Aquarium

Cara Mendapatkan Uang di Internet

Bakmi Tasik Rawamangun Rasanya Bikin Ketagihan